skip to main | skip to sidebar

Pages

  • Beranda

NursingHealth&Science

BRONKITIS

08.12 | Publish by Unknown


1.1  KONSEP MEDIS
1.1.1   Pengertian
 Bronkitis merupakan penyakit ringan yang dapat sembuh dengan sendirinya dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik seperti analgesik, antipiretik dan humiditas (Wong, 2008 : 951).
Bronkitis merupakan inflamasi bronkus yang disebabkan oleh iritan atau infeksi. Bronkitis yang merupakan salah satu bentuk PPOM yang diklasifikasi sebagai bronkitis akut dan bronkitis kronik. Ciri khas yang membedakan adalah obstruksi jalan napas   (Kowalak, 2011: 239).
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu (Rahajoe, 2012).

1.1.2   Etiologi
Penyebab bronkitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkitis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Namun, pada umumnya bronchitis disebabkan oleh virus seperti Rhinivirus, RSV, virus influenza, virus parainfluenza, Adenovirus, virus rubella, dan Paramexovirus dan bronchitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, Bordatella pertussis atau Corinebacterium diphteriae (Rahajoe, 2012).  Menurut laporan terdapat penyebab lain dapat terjadi melalui zat iritan seperti asam lambung atau polusi lilngkungan dan dapat ditemukan setelah perjalanan yang berat, seperti saat aspirasi setelah muntah, atau perjalanan dalam jumlah besar yang disebabkan  zat kimia dan menjadikan bronchitis kronis (Rahajoe, 2012). Sedangkan kelainan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya bronkitis, antara lain:
1.1.2.1  Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkitis terjadi sejak dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan faktor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkitis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
1)     Bronkitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
2)     Bronkitis kongenital
Bronkitis kongenital ini sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainya, misalnya : mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau gamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis kongenital.
1.1.2.2  Kelainan didapat
1)     Infeksi
Bronkitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak.
2)     Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus
3)     Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah virus.
Sebagai contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik.

1.1.3   Klasifikasi
1.1.3.1  Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotrakeobronkhitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelaianan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis (Somantri, 2012: 57).
Sedangkan menurut  Nurarif (2015: 96) bronchitis akut merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang mendadak dan berlangsung lebih singkat. Pada jenis ini inflamasi disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri dan kondisinya diperparah oleh pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi, dll.
1.1.3.2  Bronkitis kronik
Menurut Price (2005: 784) bronkitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. Sputum yang terbentuk pada bronkitis kronik dapat mukoid atau purulen. Sedangkan menurut Bruner & Suddarth bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (2001: 600). Pada penyakit ini peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa waktu dan terjadi obstruksi/ hambatan pada aliran udara yang noermal didalam bronkus (Nurarif, 2015).

1.1.4   Manifestasi klinis
1.1.4.1  Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu:
1)   Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah.
2)   Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak.
3)   Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis.
4)   Pada paru didapatkan suara napas yang kasar.
1.1.4.2  Menurut Corwin (2009: 571) gejala bronkitis akut antara lain :
1)     Batuk biasanya produktif dengan mukus kental dan sputum purulen
2)     Dispnea, demam, suara serak
3)     Ronki terutama saat inspirasi
4)     Nyeri dada yang kadang timbul
1.1.4.3  Menurut Corwin (2009: 571) gejala bronkitis kronis antara lain :
1)     Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan, udara dingin atau infeksi
2)     Produksi mukus dalam jumlah yang sangat banyak
3)     Sesak napas dan dispnea
1.1.4.4  Gejala awal Bronkitis, antara lain :
1)     Batuk membandel
Batuk kambuhan, berdahak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai karena bila keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak napas.
2)     Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih dari seminggu dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.
3)     Terjadi kapan saja
Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok-grok’ bahkan sampai muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis lari-lari, ia kemudian batuk-batuk sampai muntah.”
1.1.4.5 Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu:
a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun


1.1.5   Pemeriksaan diagnostik
1.1.5.1  Foto Thorax
Pembesaran jantung dengan diafragma normal atau mendatar. Konsolidasi dalam bidang paru mungkin juga terlihat. Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
1.1.5.2  Analisa gas darah (AGD)
Analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksia dengan hiperkapnea. Hematokrit dan hemoglobin dapat sedikit meningkat.
1.1.5.3  Kelainan faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional (maupun difus) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru (Brunner & Suddart, 2001: 600).

1.1.6   Komplikasi
1.1.6.1  Bronkitis kronik
1.1.6.2  Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronkitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
1.1.6.3  Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
1.1.6.4  Efusi pleura atau empisema
1.1.6.5  Abses metastasis di otak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
1.1.6.6  Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
1.1.6.7  Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
1.1.6.8  Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
1.1.6.9  Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan luas.
1.1.6.10     Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
1.1.6.11     Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
(Corwin, 2009: 573)

1.1.7   Penatalaksanaan
1.1.7.1  Antimikrobial
Antimikrobial digunakan dengan cara mengontrol infeksi serta meningkatkan drainase bronkial untuk membersihkan daerah paru-paru yang mengalami sekresi yang berlebihan. Infeksi ini dapat dikontrol dengan pemberian obat antimikrobial, yang berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur organisme dari sputum. Pasien mnungkin akan diberikan obat antibiotik selama bertahun-tahun dengn tipe antibiotik yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval (Somantri, 2008: 129).
1.1.7.2  Bronkodilator
Bronkodilator dapat diberikan kepada pasien yang juga mengalami penyakit jalan napas obstruktif dan dapat juga digunakan sebagai bronkodilatasi untuk meningkatkan kerja mukosilia untuk mengeluarkan sekret (Somantri, 2008: 129).
1.1.7.3  Aerosolized nebulizer
Untuk meningkatkan pengenceran dan pengeluaran sputum dapat diberikan aerosolized nebulizer dan dengan meningkatkan intake cairan. Facetent sangat ideal untuk memberikan kelembapan tambahan pada aerosol (Somantri, 2008: 129).
1.1.7.4  Postural drainage
Postural drainage merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan medis untuk bronkitis. Drainase yang memanfaatkan gaya gravitasi diharapkan akan mengurangi jumlah sekret dan tingkat infeksi (sering kali sputum mukopurulen harus diangkat dengan bronchoscopy). Pada area dada, lakukan perkusi untuk membantu menaikan sekresi. Postural drainage dimulai pada waktu jangka pendek dan selanjutnya meningkat (Somantri, 2008: 129)..

1.1.8   Discharge planning
1.    Membatasi aktivitas.
2.    Berhenti merokok dan hindari asap tembakau.
3.    Lakukan vaksin untuk influenza dan S. pneumonia.
4.    Hindari makanan yang merangsang.
5.    Jangan memandikan terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandi dengan air hangat.
6.    Tidak tidur di kamar ber-AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup bagian lehernya.
7.    Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan.
8.    Menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas polusi.
9.    Jangan mengakonsumsi makanan sepertitelur ayam, karena dapat memicu peningkatan produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda dapat sebagai pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan merangsangdaerah saluran pernapasan.
10.    Cobalah untuk menjalani terapi uap hangat untukmembantu menghilangkan sumbatan dan mengencerkan dahak.
11.    Minum banyak air agar lender dapat tetap encer dan mudah dikeluarkannya.
(Nurarif, 2012)

1.2  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1   Pengkajian
1)     Identitas
Bronkitis biasanya terjadi pada usia 45-65 tahun (Somantri, 2012: 59) yang dimana penyakit ini muncul karena sejalan dengan bertambahnya usia (Smeltzer, 2001: 595). Pada bronchitis akut yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumonia sering terjadi pada anak-anak diatas usia 5 tahun dan remaja, sedangkan bakteri Bordatella perusis dan Corinebactrium diphteriae biasanya terjadi pada anak yang tidak diimunisai  dan dihubungkan dengan kejadian trakeobronkitis, yang selama stadium kartal pertussis, gejala respiratori lebih dominan (Nurarif, 2015: 96). Hasil survey menunjukan bahwa penyakit ini lebih sering ditemui pada laki-laki dibandingkan dengan wanita (Somantri, 2012: 59).
2)     Keluhan utama
Batuk persisten, sesak napas dalam beberapa keadaan, produktif dengan sputum purulen (Somantri, 2012: 59).
3)     Riwayat penyakit sekarang
Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Badan terasa lemah, demam, sesak nafas, peningkatan produksi sekret.
4)     Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami infeksi pernafasan atas yang diantaranya  batuk atau produksi sputum selama beberapa hari ± 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut (Somantri, 2012: 59).
5)     Riwayat alergi
Adanya riwayat alergi khususnya pada pasien dengan riwayat asma
6)     Riwayat penyakit keluarga
Alergi (orangtua dapat menurunkan faktor alergen pada anaknya sehingga anak dengan riwayat penyakit keluarga alergi lebih rentan terhadap infeksi pernafasan) dan adanya anggota keluarga yang menderita ISPA.
7)     Riwayat kesehatan lingkungan
Sering terpapar rokok, lingkungan rumah dengan sanitasi buruk (kurang cahaya matahari, daerah pemukiman kumuh), lokasi sekitar pabrik.
8)     Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(1) Nutrisi
Penurunan nafsu makan, mual dan muntah karena terjadi inflamasi pada mukosa esofagus yang dikarenakan refluks asam lambung (Bates, 2009: 238).
(2) Eliminasi
Frekuensi BAB berkurang karena asupan nutrisi yang kurang, gangguan pola eliminasi.
(3) Aktivitas/istirahat
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, keletihan, kelemahan (Doengoes, 1999: 152).
(4) Hygiene personal
Pemenuhan kebutuhan hygiene perseorangan dibantu oleh perawat.
9)     Pemeriksaan fisik
(1)  B1  (Breath)
RR meningkat dan biasa juga lambat, rasa dada tertekan, bunyi napas mengi dan ronki menyebar, lembut atau krekels lembab kasar, bunyi pekak pada area paru-paru, penggunaan oksigen terus-menerus, batuk hilang timbul, penggunaan otot bantu napas, cuping hidung (Doengoes, 1999:153).
(2)  B2 (Blood)
Peningkatan TD, warna kulit/ membran mukosa normal atau sianosis (Doengoes, 1999: 153).
(3) B3 (Brain)
Gelisah
(4) B4 (Bladder)
Palpasi kondung kemih kosong, tidak ada nyeri tekan
(5) B5 (Bowel)
Mual dan muntah, napsu makan buruk karena distres pernapasan, peningkatan berat badan menunjukan edema, palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (Doengoes, 1999: 153).
(6) B6 (Bone + integumen)
Turgor kulit buruk, kehilangan masa otot (Doengoes, 1999: 153).
10) Pemeriksaan penunjang
(1) Foto thorax
Pembesaran jantung dengan diafragma normal atau mendatar. Konsolidasi dalam bidang paru mungkin juga terlihat. Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
(2) Analisa gas darah (AGD)
Analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksia dengan hiperkapnea. Hematokrit dan hemoglobin dapat sedikit meningkat.
(3) Faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.

1.2.2   Masalah keperawatan
1.2.2.1  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen antara alveoli dan membran kapiler yang ditandai dengan sesak, sianosis, retraksi dinding dada, RR >20x/menit, PCO2 >45, PO2 <80
1.2.2.2  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum yang ditandai dengan RR meningkat, terdengar ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum (warna: kuning kehijauan, merah, kekentalan, jumlah)
1.2.2.3  Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi yang ditandai dengan pasien sesak, nadi >100x/menit, TD >120/80mmHg, didapatkan tanda hipoksia: gelisah, suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
1.2.2.4  Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan akral dingin, CRT>2 detik, nampak adanya sianosis, nadi lemah.
1.2.2.5  Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bekterimia/viremia yang ditandai dengan suhu >37,5oC, kulit kemerahan, akral panas, takikardia.
1.2.2.6  Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  penurunan nafsu makan akibat adanya penumpukan sekret yang ditandai dengan BB menurun, lemas, ibu mengungkapkan anak kurang nafsu makan.

1.2.3   Rencana tindakan
1.2.3.1  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen antara alveoli dan membran kapiler yang ditandai dengan sesak, sianosis, retraksi dinding dada, RR >20x/menit, PCO2 >45, PO2 <80.
Tujuan: Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
-  Pasien tidak sesak/sesak berkurang
-   Tidak sianosis
-  Tidak ada retraksi dan tidak ada nafas cuping hidung.
-  RR 12-20x/mnt
-  PO2 dalam batas normal (80-100 mmHg)
-  PCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg)
Intervensi:
1)     Jelaskan pada orangtua penyebab gangguan pertukaran gas.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
2)     Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri  sehari-hari sesuai kebutuhan pasien.
R/ Aktivitas dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan dapat memperberat gejala
3)     Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
R/ Terapi oksigen dapat mengkoreksi hipoksemia yang terjadi
4)     Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk pernaikan ventilasi.
5)     Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD
R/ Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar CO2.
6)     Observasi adanya sianosis, dispneu berat, takipnoe dan retraksi dada, SpO2.
R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan yang dilakukan.

1.2.3.2  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum yang ditandai dengan RR meningkat, terdengar ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum (warna: kuning kehijauan, merah; kekentalan, jumlah).
Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
-  RR 12-20 x/mnt
-  Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi
-  Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi
-  Produksi sputum berkurang, konsistensi encer
-  Batuk efektif
Intervensi:
1)     Jelaskan pada orangtua penyebab ketidakefektifan jalan nafas
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
2)     Beri minum susu hangat atau air hangat
R/ Air hangat/susu hangat dapat membantu proses drainase sekret.
3)     Lakukan penguapan memakai alat berocare/nebulizer dengan terapi mukolitik dan bronkodilator (ventolin).
R/ mukolitik dapat mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat melebarkan bronkus/jalan nafas.
4)     Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat secret
R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru dan membawanya ke saluran nafas yang lebih besar.
5)     Lakukan penghisapan/suction
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu batuk efektif.
6)     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotic
R/ antibiotik mempunyai aktivitas untuk membunuh bakteri dalam alveoli.
7)     Observasi RR, pola pernafasan, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum
R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan sehingga perlu dilakukan tindakan.

1.2.3.3  Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi yang ditandai dengan pasien sesak, nadi >100x/menit, TD >120/80mmHg, didapatkan tanda hypoksi: gelisah, suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
Tujuan : Pasien memperlihatkan pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil :
-  Tidak ada dispneu
-  Pola nafas normal
-  RR normal (12-20 kali/mnt)
-  Tidak ada retraksi dada
-  Tidak ada suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
Intervensi :
1)     Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
2)     Berikan posisi semifowler atau fowler
R/ posisi semifowler membuat diafragma tidak terdorong oleh isi abdomen sehingga ekspansi paru meningkat.
3)     Kolaborasi dalam pemberian Oksigen
R/ Oksigen akan meningkatkan oksigen alveoli dan oksigenasi arteri untuk memperbaiki hipoksemia
4)     Observasi pola nafas, RR, adanya retraksi dada
R/ menilai keberhasilan tindakan dan menentukan tindakan selanjutnya

1.2.3.4  Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan akral dingin, CRT>2 detik, nampak adanya sianosis, nadi lemah.
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil:
-  Akral hangat
-  CRT<2 detik
-  Tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer
-  Nadi normal (60-100x/menit), reguler, kuat dan jelas

Intervensi :
1)     Jelaskan kepada klien dan keluarga tindakan yang akan diberikan
R/ Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan peran serta dan keterlibatan pasien dan keluarga dalam tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
2)     Minta pasien untuk tetap beristirahat
R/ mencegah pasien terlalu lelah
3)     Kolaborasi dalam pemberian: oksigen masker
R/ oksigen diberikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan oksigen yang kurang
4)     Kolaborasi dalam pemberian cairan infus
R/ Sebagai hidrasi untuk membantu mengencerkan sekret
5)     Kolaborasi dalam pemberian inotropik (dopamin dan dobutamin) jika diperlukan
R/ untuk mengatasi syok akibat gangguan hemodinamik
6)     Observasi kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu dispneu, CRT>2 detik, retraksi dada, RR 12-20x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan
R/ perbaikan kondidi mengindikasikan adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen

1.2.3.5  Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bakterimia/viremia yang ditandai dengan suhu >37,5oC, kulit kemerahan, akral panas, takikardia.
Tujuan: Pasien mengalami penurunan suhu setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :
-  Pasien panasnya turun (36,5-37,5oC)
-  Kulit tidak tampak kemerahan
-  Akral hangat
-  Nadi normal (60-100x/menit)
Intervensi:
1)     Jelaskan kepada orang tua penyebab demam.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
2)     Berikan kompres air hangat
R/ Kompres air hangat mampu membantu tubuh untuk mengeluaarkan panas dengan cara konduksi.
3)     Anjurkan orangtua memberikan pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ Pakaian tipis mempercepat penurunan suhu dengan cara radiasi.
4)     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik dan antipiretik (10-15mg/kgBB)
R/  Antipiretik mengandung parasetamol yang dapat membantu untuk menurunkan panas
5)     Kolaborasi dalam pemberian cairan per IV atau oral sesuai dengan kebutuhan cairan pada anak dengan menggunakan rumus Holiday Segar menurut BB anak yaitu BB >20 Kg = 1500 + 20 ml/KgBB, maka BB anak 31,5 Kg, berarti 1500 + 20 (31,5) = 1500 + 630 = 2130 cc/24 jam
R/ Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
6)     Observasi kondisi pasien: suhu tubuh 36,5 – 37,5oC, akral hangat, badan tidak panas, nadi
R/ Hasil observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
1.2.3.6  Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  penurunan nafsu makan akibat adanya penumpukan sekret yang ditandai dengan BB menurun, lemas, ibu mengungkapkan anak kurang nafsu makan.
Tujuan : Pasien menunjukkan perbaikan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
-  Anak  tidak lemas
-  Tidak mual, muntah
-  Hb dalam batas normal (12,9 g/dL)
-  BB ideal sesuai dengan usia
Intervensi
1)     Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat dan tipe diet TKTP yang dibutuhkan pada orang tua pasien.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
2)     Berikan  makanandalam jumlah sedikit tapi sering, jika mungkin kombinasikan dengan makanan yang disukai anak.
R/ Makanan dalam jumlah sedikit namun sering akan menambah energi. Makanan yang menarik dan disukai dapat meningkatkan selera makan.
3)        Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik.
R/ Mengurangi tidak enak pada perut.
4)     Observasi BB tiap hari dengan alat ukur yang sama.
R/ Peningkatan berat badan menandakan indikator keberhasilan tindakan.



Daftar Pustaka

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Dona L. Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Nurarif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Medication Jogja.
Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

0 komentar
0 Responses

Posting Lama »
Langganan: Posting Komentar (Atom)
My Widget

clock

Translate

Recent Posts

Apakah postingan ini bermanfaat bagi Anda?

Guest Book

Silakan Pasang Kode Buku Tamu yang sudah di copy tadi Di Sini
[get this widget]> [Tutup]

Blog Archive

  • ▼  2015 (7)
    • ▼  Agustus (2)
      • BRONKITIS
      • TUBERCULOSIS (TBC)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)

Mengenai Saya

Unknown
Lihat profil lengkapku

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Recent Posts

Subscribe

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

  • TRANSFUSI DARAH
    Definisi Adalah proses pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran darah penerima (resipien) (FK UI, 1985: 483). Indikasi ...
  • Manfaat Jahe
    Jahe merupakan tanaman herbal yang multi guna. Selain sebagai bahan baku obat-obatan tradisional juga merupakan salah satu bumbu penyedap...
  • TUBERCULOSIS (TBC)
    1.1 Definisi Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium Tuberculosis secara sistemis sehingga dapat mengenai hampir s...
  • BRONKITIS
    1.1   KONSEP MEDIS 1.1.1    Pengertian   Bronkitis merupakan penyakit ringan yang dapat sembuh dengan sendirinya dan hanya memerl...
  • Pembuatan Nata De Carroto
         Sayuran wortel dan buah tomat merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Indon...
  • Waspada, ISPA pada anak!
    Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Penyakit ini sering terjad...
  • NUTRISI dan MALNUTRISI
                I.              Nutrisi                        Sepanjang rentang kehidupan manusia tidak pernah berhenti untuk bernapas da...

cursor

monkey Cute Rocking Baby Monkey
Copyright (c) 2010 NursingHealth&Science. Design by Template Lite
Download Blogger Templates And Directory Submission.